Beberapa hari yang lalu saya berjalan di atas trotoar. Kemudian menyadari di bawah kaki saya terdapat gorong-gorong. Tiba-tiba saya teringat dengan berita 1-2 tahun lalu mengenai seorang mahasiswi yang terjerembab masuk ke gorong-gorong saat ada penggalian. Air membanjir akibat hujan lebat, mengaburkan batas jalan dengan lubang galian.
Perempuan itu terseret dan tenggelam. Usaha penyelamatan yang berlangsung cepat, sekitar 10-15 menit, tak mampu menyelamatkan nyawa perempuan itu. Dirinya tewas mengenaskan, tersangkut di penyaringan gorong-gorong.
Saya pun membayangkan, apa yang dirasakannya saat itu? Panik, kesakitan terbentur batas gorong-gorong, nafas tercekat, dan kemudian paru-paru dipenuhi air lumpur. Masya Allah..., saya tak sanggup membayangkannya.
Banyak orang d dunia ini mati mengenaskan. Tertabrak di jalan, menjadi korban kebakaran, pesawat jatuh, terseret sungai, tsunami...
Dengan cara apakah aku nanti mati, Tuhan?
Apa aku akan mati dengan cara "peristiwa perenggut nyawa"? Ataukah kau ijinkan aku Tuhan, untuk mati di saat tidur? Tapi ah, bukankah kudengar peristiwa pencabutan nyawa oleh malaikat maut itu sangat menyakitan. Tak peduli kau sedang tidur sekalipun, ketika nyawa berada di batas kerongkongan, amal baik dan dosamulah yang akan menjadi penentu berapa sakit proses itu akan berjalan.
Masya Allah, Astagfirullah, ampuni dosa2ku Tuhan.
Setelah aku mati, Kemanakah tempatku? Sungguh berputus asa diriku ya Tuhan, jika mengingat surgamu. Aku sungguh manusia mudah tergoda. Dunia terlalu menggoda bagiku untuk berjalan lurus2 saja.
Akankah neraka itu untukku Tuhan? Ampun Tuhan, Aku rela tak mendapat surga-Mu. Tapi tolong jangan masukan aku ke dalam neraka. Aku tak akan sanggup menahan kesakitan dijilat api neraka, dipotong berkali-kali oleh pedang keadilan.
Sejak dulu (bahkan sejak SD) kadang-kadang saat aku melamun dan teringat api neraka. Setelah dada berguncang, aku coba hilangkan pikiran itu dengan buru-buru berbaur dengan rutinitas. Sungguh konsep surga-neraka membuat diriku tak berdaya.
Karena itulah aku sangat terkesan dengan shalawat Abu Nawas.
Ilahi lastu lilfirdausi ahla, walaa aqwa 'ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainaka ghafirudz- dzanbil 'adzimi....
Duh Gusti... tidak layak aku masuk ke dalam sorga-Mu
tetapi hamba tiada kuat menerima siksa neraka-Mu
Maka aku mohon taubat dan mohon ampun atas dosaku
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun atas dosa-dosa ....Dzunubi mitslu a'daadir- rimali, fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa 'umri naqishu fi kulli yaumi, wa dzanbi zaaidun kaifa -htimali
Dosa-dosaku seperti butiran pasir di pantai,
maka anugerahilah hamba taubat, wahai Yang Memiliki Keagungan
Dan umur hamba berkurang setiap hari,
sementara dosa-dosa hamba selalu bertambah, apalah dayakuIlahi 'abdukal 'aashi ataak, muqirran bi dzunubi wa qad di'aaka
fain taghfir fa anta lidzaka ahlun, wain tadrud faman narju siwaaka
Duh Gusti... hamba-Mu penuh maksyiat, datang kepada-Mu bersimpuh memohon ampunan,
Jika Engkau ampuni memang Engkau adalah Pemilik Ampunan,
Tetapi jika Engkau tolak maka kepada siapa lagi aku berharap ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar