Sebutlah Edgar (bukan nama sebenarnya), seorang pria single, mapan, dan matang. Sosoknya yang ramah dan baik membuatnya banyak dikelilingi wanita. Tetapi ada satu sikapnya yang terkadang membuat wanita bertanya-tanya, merasa GR atau kadang risih. Sikap apakah itu?
Gombal!
Ya, Edgar doyan menebar gombal. Entah apakah ia mencoba bersikap seperti seorang womanizer, namun gombalan-gombalan yang ditebar olehnya menjadi bumerang bagi dirinya.
"Hai Cantik, sudah makan belum? Yuk makan sama abang Edgar. Abang traktir deh!"
"Eh serius, kamu itu cantik, tau! Masa masih single sih? Kalau aku sih mau lho."
"Selamat pagi, cinta. Semalam aku memimpikanmu. Pertanda apa ya?"
"Kalau demi kamu, aku rela deh batalin meeting demi nemenin kamu nonton."
"Setiap melihat bunga mawar, kok aku teringat padamu ya?"
"Bapakmu tukang sendok ya? Soalnya kamu mengaduk-ngaduk hatiku."
"Aku tuh selalu baik untuk wanita. Apalagi kalau cantik sepertimu."
*permisi...numpang muntah dulu*
Sudah lihat contoh di atas? Itu adalah beberapa macam gombalan yang sering keluar dari mulut Edgar. Kemampuan menggombal Edgar tidak diragukan. Banyak wanita di kantornya yang sempat tergoda dengan rayuan maut Edgar, namun mereka segera tersadar. Edgar menggoda semua wanita sekantor!
Bayangkan, gombalan itu tidak hanya untuk satu atau dua wanita, melainkan banyak! Tidak terhitung berapa banyak wanita yang ia gombali. Sebagai wanita yang smart, tentu mereka dengan cepat tanggap dan menyadari itu hanya gombalan belaka. Tapi apakah Edgar menyadari bahwa yang dilakukannya adalah bumerang untuk diri sendiri?
Semakin banyak ia menebar gombal, semakin sulit ia meraih wanita. Kenapa begitu?
Coba bayangkan, ketika Edgar mendekati seorang wanita. Sebutlah Bunga (bukan Citra Lestari), Edgar sering menggombali Bunga, sebagai tanda kasih sayang. Ia kerapkali memberikan rayuan-rayuan maut dan ucapan manis, semanis madu. Namun ia tidak berhenti menggombali Lala, Vena, Mery, dan masih banyak lagi. Ketika ditanya seorang teman, "Kenapa sih Gar, loe kok suka banget ngegombal?"
Edgar dengan santai menjawab, "Oh, itu sudah mendarah daging di tubuhku."
Lalu si teman menjawab lagi, "Iya, tapi loe sadar gak sih? Si Bunga itu sempat termehek-mehek dengan gombalanmu. Tapi begitu ia sadar loe ngegombal ke semua cewek, dia ilfil. Sekarang dia malah dekat sama Parjo, cowok pendiam yang sering makan siang di sudut kantin."
Edgar terdiam. Lama. Lamaaaaa sekali. Ucapan terakhir temannya serasa menampar dirinya. Ia pun tak bisa berkata-kata. Ternyata efek gombalisasi tidak selamanya positif, tetapi bisa berakibat buruk.
Apakah di sini ada pria seperti Edgar? Be careful, dear. ;))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar